Sense of “Freedom” In Gross
National Happiness: Implementation of MDGs Programme in Buthan 2000 – 2007
1.
Latar
Belakang
Negara-negara
berkembang sering mengalami masalah dalam pembangunannya contohnya kurang
memadai sumber daya manusianya, pemerintahan yang tidak transparan, dan
lambatnya pertumbuhan ekonomi. Negara-negara berkembang cukup lama menjadi
daerah jajahan negara-negara Barat dn dimiskinkan secara fisik dan mental. menganggap
Negara-negara berkembang tidak merasakan manfaat dari pembangunan karena tidak mendapatkan
bagian yang seimbang dari “kue pembangunan”. Negara-negara maju mencari wilayah
yang menguntungkan di negara-negara berkembang, mengeksploitasi sumber daya yang
dimiliki, dan melupakan tanggung jawabnya untuk membantu kesejahteraan
negara-negara yang telah dikuras sumber dayanya. Selain itu negara-negara maju menerapkan
tolak ukur dan aturan ekonomi yang menjadi standar negara-negara maju ke
negara-negara berkembang. Telah lama pembangunan menjadi pembicaraan di
kalangan akademisi dan telah banyak diskusi yang dilakukan untuk mencari solusi
dari masalah pembangunan. Namun banyak yang belum menyadari seperti apakah dimensi
pembangunan itu serta hal dasar apa yang harus dipenuhi oleh suatu pembangunan
agar bisa berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Buthan
adalah salah satu contoh negara berkembang yang belakangan populer dengan
konsep Gross National Happiness (GNH)nya
untuk menggantikan pengukuran Gross
National Product (GNP) yang biasa digunakan oleh negara-negara di dunia
untuk mengukur pertumbuhan ekonominya. Bhutan ingin membuktikan bahwa mereka
bisa menemukan model pengukuran keberhasilan suatu negara yang tidak hanya
berdasar pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lainnya
seperti hubungan sosial, budaya, dan perlindungan terhadap kelestarian alam. Telah
banyak yang mempertanyakan kepopulerannya GNH dan hasil yang dapat diterima
masyarakat Bhutan terkait dengan pembangunannya. Mengenai apakah GNH dapat memberikan
pengukuran yang lebih baik dari GNP atau GNI akan dibahas lebih mendalam.
Selain
itu konsep terbaru pembangunan yang diajukan oleh Amartya Sen yang menyatakan
bahwa pembangunan yang baik adalah pembangunan yang didasarkan pada freedom. Freedom disini berarti
kebebasan yang dimiliki oleh peserta pembangunan untuk mendapatkan hak untuk
memilih cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka
sebagai bagian dari pelaku pembangunan. Menarik untuk mencoba melihat lebih
jauh hubungan antara pembangunan yang berdasarkan pada GNH dengan konsep freedom of development. Oleh
karenanya paper ini akan membahas lebih jauh lagi tentang Gross National
Happiness (GNH) dan hubungannya dengan pembangunan di Buthan.
2.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana hubungan antara Freedom of Development terhadap Gross National Happiness (GNH) yang
dirancang oleh Pemerintah Buthan? Sejauh mana hal itu berdampak pada tingkat
pembangunannya?
3.
Ruang
Lingkup
Tulisan
ini membahas tentang freedom of development sebagai suatu
standar definisi pembangunan terbaru dan mencoba membandingkannya dengan konsep
Gross National Happiness yang dikembangkan
oleh Pemerintah Buthan. Kemudian tulisan ini melihat tingkat keefektifannya dalam
pembangunan di Buthan pada tahun 2000 – 2007 melalui tiga indikator penting pembangunan dalam MDGs di
Bhutan.
4.
Landasan
Teori
4.1.
Pembangunan
Pembangunan secara tradisional diartikan
sebagai kapasitas perekonomian nasional -yang kondisi ekonomi awalnya kurang
lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama- untuk menciptakan dan
mempertahankan kenaikan pendapatan nasional atau GNI (Gross National Income)
tahunan pada tingkat katakanlah 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih
tinggi lagi, jika hal itu memang memungkinkan. Indeks ekonomi lainnya yang juga
sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat
pertumbuhan pendapatan per kapita (income per capita) atau GNI per kapita.
Indeks ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar
outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya.
Tingkat dan laju pertumbuhan GNI per kapita ‘riil’ (yakni, pertumbuhan GNI per
kapita dalam satuan moneter dikurangi dengan tingkat inflasi) sering digunakan
untuk mengukur sejauh mana kemakmuran ekonomis dari suatu bangsa secara
keseluruhan. Pada masa lampau juga pembangunan ekonomi sering diukur dengan
kemampun struktur produksi dan penyerapan tenaga kerja (employment) yang
diupayakan secara terencana. Biasanya peran sektor pertanian akan menurun untuk
memberi kesempatan kepada sektor manufaktur dan jasa untuk berkembang. Maka
secara umum pembangunan yang dilakukan sebelum tahun 1970-an, pembangunan hayan
dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro, 2006: 20)
Namun ketika pada tahun1950-an dan
1960-an, saat banyak negara-negara di dunia ketiga berhasil mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai dengan target namun gagal memperbaiki
taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan adanya kesalahan terhadap
pembangunan yang dianut kala itu. Profesor Dudley Seers mempertanyakan hal yang
mendasar mengenai pembangunan yang memperbaharui definisi pembangunan.
“Apa
yang terjadi dengan kemiskinan di negara itu? Adakah perubahan yang berarti
atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan?Jika ketiga permasalahan
tersebut selama periode tertentu sedikit teratasi maka tidak disangkal lagi
bahwa periode tersebut merupakan periode pembangunan bagi negara yang
bersangkutan. Akan tetapi jika satu, dua bahkan ketiga persoalan mendasar
tersebut menjadi semakin buruk, maka negara tersebut tidak dapat dikatakan
mengalami proses pembangunan yang positif meskipun selama beberapa kurun aktu
pendapatan perkapitanya meningkat dua kali lipat.”
Bank Dunia yang awalnya mengagung-agungkan pertumbuhan ekonomi selama
periode 1980-an sebagai tujuan utama pembangunan telah menyadai kesalahannya
dan mulai bergabung dengan pengamat untuk mengambil perspektif yang lebih luas
mengenai tujuan dan makna dasar dari pembangunan. Pembangunan harus dipandang
sebagai suatu proses multidimensionalyang mencakup berbagai perubahan mendasar
atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional
disamping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan. Pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total
suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa
mengabaikan keragaman dan kebutuhan individu dan kelompok untuk mencapai suatu
kehidupan yang lebih baik secara material maupun spiritual.
Amartya
Sen
mengatakan bahwa ada hubungan yang mendasar antara freedom dan development.
Yang mana freedom menjadi unsur dasar
dari pembangunan itu sendiri dan kunci penting untuk melihat aspek-aspek
lainnya. Daripada hanya melihat pada pendapatan dan kekayaan, atau pada
kepuasan mental (kaum utilitarianisme) atau hanya melihat melihat proses dari
itu (kaum libertarian), Sen menunjukkan fokus pada apa yang disebutnya kemampuan yang merupakan kebebasan manusia
yang substantif. Sen secara umum luas mengilustrasikannya sebagai berikut,
membandingkan perbedaan antara China dan India, baik secara pendidikan maupun
hal yang berhubungan dengan kesehatan dasar sebagai motor penggerak suatu pertumbuhan,
dan yang juga penting adalah pengurangan angka kematian. Ada lima jenis
kebebasan yang ditawarkan oleh Sen terlihat dalam sebuah perspektif
"instrumental" yang telah diselidiki secara empiris. Hal itu adalah (1)
kebebasan politik, (2) fasilitas ekonomi, (3) peluang dalam bidang sosial, (4) jaminan
transparansi dan (5) proteksi keamanan. Masing-masing jenis berbeda dari hak
dan kesempatan yang dimiliki membantu untuk memajukan kemampuan seseorang
secara umum. Sen juga menekankan bahwa penilaian seseorang tentang seperti apa
hidup yang dianggap berharga tidak sama dengan apa saja yang dapat memberikan
kesenangan terhadap orang tersebut.
5.2 Developing
Countries
Cara paling umum untuk mendefinisikan negara
berkembang
adalah dengan menggunakan pendapatan perkapita. Dalam sistem klasifikasi Bank
Dunia, 208 perekonomian dengan jumlah populasi minimal 30.000 jiwa diurutkan
berdasarkan tingkat pendapatan nasional bruto per kapita. Yang digolongkan
menjadi lima jenis yaitu pendapatan rendah (Low
Income atau LIC), pendapatan menengah bawah (Lower-Middle Income atau LMC), pendapatan menengah atas (Upper Middle Income atau UMC, pendapatan
tinggi menurut OECD dan negara-negara dengan pendapatan tinggi lainnya. Secara
umum yang termasuk negara-negara berkembang adalah negara-negara yang memiliki
tingkat pendapatan rendah, menengah bawah dan menengah atas. Tahun 2003 pendapatan
rendah didefinisikan sebagai negara dengan pendapatan bruto per kapit $765 atau
dibawahnya. Negara yang memiliki pendapatan menengah bawah memiliki tingkat
pendapatan antara $766 sampai dengan $3.035. negara berpendapatan menengah atas
memiliki tingkat pendapatan antara $3.035 - $9.385, dan negara berpendapatan
tinggi memiliki tingkat pendapatan $9.386 atau lebih. Namun beberapa negara
yang memiliki pendapatan tinggi lainnya menurut PBB dimasukkan kedalam negara
berkembang. Hal itu terjadi karena alasan bahwa negara berpendapatan tinggi
memiliki satu atau dua sektor yang berkembang pesat namun sebagian besar dari
populasinya secara relatif masih tidak mendapatkan pendidikan yang memadai atau
memiliki tingkat kesehatan yang rendah, sebagi contoh Kuwait, Qatar dan UEA.
Ada juga negara-negara yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor
pariwisata namun mengalami masalah pembangunan yang mengiringi pertumbuhannya.
Selain itu cara lain untuk menggolongkan negara-negara berkembang melalui
tingkat hutang internasional mereka. Kadangkala ada perbedaan khusus yang
dilakukan untuk negara-negara yang memiliki pendapatan menengah keatas, dengan
mempertimbangkan beberapa diantaranya telah mencapai sektor manufaktur yang
secara relatif lebih maju, sehingga dikenal sebagai negara-negara industry baru
(newly industrializing countries atau
NIC). Akhirnya United Nation Development
Program (UNDP) mengelompokkan negara-negara berdasarkan tingkat pembangunan
manusianya (Human Development Index atau
HDI),
termasuk tingkat pencapaian kesehatan dan pendidikan.
5.3 Gross National
Income
Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income ) perkapita
merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolak ukur tingkat
kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Konsep GNI adalah indicator yang
umum digunakan untuk mengukur besar kecilnya aktifits perekonomian secara
keseluruhan. GNI adalah nilai tambah segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki
oleh penduduk di suatu negara, baik asset yang dimiliki di dalam negeri maupun
di luar negeri tanpa dikurangi oleh depresiasi atas stok modal domestic.
Sedangkan Produk Domestik Bruto (Gross
Domestic Products) adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang
dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang
beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan
termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah
yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto atau kotor. Jadi GNI sama
dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestic yang dikirimkan dari
negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor-faktor produksi (terutama
modal dan tenaga kerja) di luar negeri dikurangi dengan pendapatan milik asing
(perusahaan-perusahaan asing) berkat kepemilikan terhadap faktor-faktor
produksi yang ada di negara tersebut. Apabila dalam suatu negara banyak terdapat
warga negara asing yang memainkan peran penting dalam perekonomian domestic,
maka perbedaan antara GNI dan GDP menjadi signifikan, karena jumlah pendapatan
mereka sangat besar.
5.4 Gross National
Happiness
Kebahagiaan Nasional Bruto
(GNH) adalah suatu usaha untuk mendefinisikan kualitas hidup yang lebih
holistik. Istilah ini diciptakan oleh Raja Bhutan Jigme Singye Wangchuck pada
tahun 1972 saat menanggapi kritik yang dilontarkan padanya bahwa ekonomi negara
semakin bertambah tumbuh buruk. Sebagai isyarat komitmennya untuk membangun
ekonomi yang akan melayani budaya Bhutan didasarkan pada nilai-nilai Buddhis
rohani. Penilaian Kebahagiaan Nasional bruto
(dalam bahasa Bhutan dikatakan zongkhargyal-yongs dga'a-skyid dpal-'dzoms) atau
"GNH" dirancang dalam upaya untuk mendefinisikan indikator untuk
mengukur kualitas hidup atau kemajuan sosial yang lebih holistik dan dan
memiliki dampak psikologis daripada hanya indikator ekonomi dari produk
domestik bruto (PDB). GNH
adalah sebuah program untuk revisi sosial dan ekonomi menuju implementasi dan
pelembagaan keyakinan bahwa pembangunan harus mempromosikan kebahagiaan sebagai
nilai utama. Sama pentingnya harus ditempatkan pada kebutuhan sosio-ekonomi
pembangunan, spiritual, budaya dan emosional dari orang-orang. Pertumbuhan
ekonomi hanya salah satu aspek yang meningkatkan kebutuhan sosial masyarakat
dan tidak dilihat sebagai kekuatan yang mendominasi dalam pembangunan. GNH
telah menjadi landasan filosofis untuk proses pembuatan kebijakan dan implementasi
di Bhutan. Hal ini terlihat dalam Rencana 9 dan 10 Tahun Lima Bhutan, di mana
GNH adalah struktur menyeluruh. Kebahagiaan Nasional Bruto berisi empat pilar
utama:
•
Pembangunan dan adil sosio-ekonomi yang berkelanjutan
•
Konservasi lingkungan
•
Pelestarian dan promosi budaya
•
Promosi good governance
Pembangunan sosial ekonomi yang adil dan
berkelanjutan tidak melarang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tetapi
pembangunan tersebut diimplementasikan dengan menempatkan prioritas pada sektor
kesehatan dan pendidikan. Diperkirakan bahwa lebih dari 30% dari anggaran
nasional Bhutan dianggarkan pada sektor sosial. Ini adalah bukti dedikasi
keuangan nyata dari komitmen pemerintah untuk memberikan penghidupan yang aman
dan layak bagi warga negaranya yang bertujuan untuk mengembangkan populasi yang
sehat dan berpendidikan. Dalam pernyataan yang sama, kapasitas dalam
pengembangan keterampilan profesional untuk mengelola pembangunan telah menjadi
program bersama dilaksanakan. Fasilitas penting lainnya pembangunan sosial
secara luas mencakup seluruh negeri seperti sekolah, rumah sakit dan
pusat-pusat pertanian. Selain itu, pembuat kebijakan telah memperkenalkan
sebuah pajak penghasilan pribadi untuk mendistribusikan kekayaan yang lebih
merata. Tidak ada definisi kuantitatif yang tepat dari GNH, tetapi unsur-unsur
yang berkontribusi terhadap GNH tunduk pada pengukuran kuantitatif. Rendahnya
tingkat kematian bayi, misalnya, berkorelasi positif dengan ekspresi subjektif
dari kesejahteraan atau kebahagiaan dalam suatu negara. (Ini masuk akal, maka
tidak ada lompatan besar untuk menganggap bahwa kematian prematur menyebabkan
kesedihan.) Praktek ilmu sosial telah lama diarahkan untuk mengubah ekspresi
subjektif dari sejumlah besar orang menjadi data kuantitatif bermakna, tidak
ada perbedaan utama antara orang yang meminta "seberapa yakin Anda dalam
perekonomian?" dan "seberapa puas anda dengan pekerjaan Anda?"
GNH, seperti the Genuine Progress
Indicator, mengacu pada konsep pengukuran kuantitatif kesejahteraan dan kebahagiaan.
Kedua tindakan yang baik termotivasi oleh gagasan bahwa langkah-langkah
subjektif seperti kesejahteraan yang lebih relevan dan penting daripada ukuran
objektif lebih seperti konsumsi. Hal ini tidak diukur langsung, tetapi hanya
faktor yang diyakini mengarah ke sana. Menurut Daniel Kahneman, seorang
psikolog dari Universitas Princeton, kebahagiaan dapat diukur dengan
menggunakan metode rekonstruksi hari, yang terdiri dalam mengingat-ingat
kenangan hari kerja sebelumnya dengan menulis buku harian pendek
Konsep generasi kedua GNH, menyatakn
kebahagiaan sebagai perkembangan sosial ekonomi metrik, hal ini diusulkan pada
tahun 2006 oleh Med Jones, Presiden Internasional Institute of Management.
Perkembangan langkah-langkah dengan melacak metrik sosial ekonomi dari tujuh
area pengembangan termasuk kesehatan mental suatu bangsa dan kesehatan
emosional. Nilai GNH diusulkan untuk menjadi indeks fungsi dari total rata-rata
per kapita dari pengukuran berikut.:
·
Kestabilan Ekonomi: yang diindikasikan
melalui survei secara langsung dan pengukuran statistik metric ekonomi seperti
utang konsumen, pendapatan rata-rata rasio indeks harga konsumen dan distribusi
pendapatan
·
Lingkungan yang Sehat : diindikasikan
melalui survei secara langsung dan pengukuran statistik metric lingkungan
seperti polusi, kebisingan dan lalu lintas
·
Kesehatan fisik: diindikamelalui
pengukuran statistik dari metrik kesehatan fisik seperti penyakit parah
·
Kesehatan mental: diindikasikan melalui
survei secara langsung dan pengukuran statistik metrik kesehatan mental seperti
penggunaan antidepresan dan indikator kenaikan dan penurunan dari pasien
psikoterapi
·
Tempat kerja yang nyaman: diindikasikan melalui
survei secara langsung dan pengukuran metrik statistik ketenagakerjaan seperti
klaim pengangguran, perubahan pekerjaan, tempat kerja dan tuntutan hukum
pengaduan
·
Kesehatan sosial: diindikasikan melalui
survei secara langsung dan pengukuran statistik metrik sosial seperti
diskriminasi, keselamatan, angka perceraian, konflik domestik keluhan dan tuntutan
hukum keluarga, tuntutan hukum publik, kejahatan tingkat
·
Kesehatan Politik: diindikasikan melalui
survei secara langsung dan pengukuran statistik metrik politik seperti kualitas
demokrasi lokal, kebebasan individu, dan konflik asing.
5.5 Millenium
Development Goals
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals
atau MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai
dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada
tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di
seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189
negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada
saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September
2000 tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium
di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi
berisi sebagai komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk
mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu
paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia
untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat
kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya,
mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi
kematian anak balita hingga dua pertiga , dan mengurangi hingga separuh jumlah
orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
6. Pembahasan
6.1 Profil Bhutan
Bhutan adalah sebuah negara kecil di
Asia Selatan yang berbentuk Kerajaan dan dikenal dengan Negeri Naga Guntur.
Wilayahnya terhimpit antara India dan Republik Rakyat Cina. Nama lokal negara
ini adalah Druk Yul, artinya "Negara Naga". Pemerintahan yang dijalankan
dengan kekuasaan monarki absolut berakhir ketika konstitusi baru dan pemilihan
perdana menteri dilaksanakan. Raja Jigme Singye Wangchuck yang memimpin sejak
tahun 1972 mengumumkan menggelar pemilu tahun 2008, sekaligus turun tahta.
Pengumuman disampaikan dihadapan 8.000 penggembala hewan yak, biksu, petani,
dan siswa pedesaan pada 18 Desember 2005. Pengumuman disebarkan melalui harian
Kuensel. Sebelumnya, raja memperkenalkan rancangan konstitusi dan menyatakan
pensiun pada usia 65 tahun. Pada 1998, Raja Jigme Singye Wangchuck
memperkenalkan reformasi politik signifikan, memindahkan sebagian besar
kekuasaannya kepada Perdana Menteri dan mengizinkan panggilan
pertanggungjawaban pada raja oleh dua pertiga mayoritas Majelis Nasional. Dalam
sistem baru ini terdapat parlemen yang terdiri dari majelis tinggi dan majelis
rendah — anggota majelis rendah terafiliasi dengan partai-partai politik.
Pemilihan anggota majelis tinggi dilaksanakan untuk pertama kalinya pada
Desember 2007 sementara pemilihan anggota majelis rendah dilaksanakan pada
Maret 2008. Partai Perdamaian dan Kesejahteraan Bhutan memenangi pemilihan
majelis rendah dengan meraih 44 dari 47 kursi. Di akhir 2003, tentara Bhutan
berhasil meluncurkan operasi skala besar untuk meredam para pengacau anti-India
yang menjalankan kamp pelatihan di Bhutan selatan. Pada 1999, sang Raja
mencabut larangan TV dan Internet, membuat Bhutan salah satu dari negara
terakhir yang memperkenalkan TV. Dalam pidatonya, ia berkata bahwa TV adalah
langkah penting buat modernisasi Bhutan seperti sumbangan utama pada
Kebahagiaan Nasional Bruto negeri ini (Bhutan ialah satu-satunya negara yang
mengukur kebahagiaan) namun memperingatkan penyalahgunaan TV yang bisa
menggerus nilai-nilai tradisional Bhutan. Meski menjadi salah satu yang
terkecil di dunia, ekonomi Bhutan telah berkembang pesat sekitar 8 persen pada 2005 dan 14 persen pada 2006. Per Maret
2006, pendapatan per kapita Bhutan adalah US$ 1.321 yang membuatnya tertinggi
di Asia Selatan. Standar hidup Bhutan berkembang dan merupakan salah satu yang
terbaik di Asia Selatan. Ekonomi Bhutan adalah salah satu yang terkecil dan
kurang berkembang di dunia, yang berbasis pertanian, kehutanan, dan penjualan
PLTA ke India. Pertanian menyediakan mata pencaharian untuk lebih dari 80% penduduk.
Praktek agraria sebagian besar terdiri atas pertanian subsisten dan peternakan
hewan. Kerajinan tangan, khususnya menjahit dan produksi seni keagamaan untuk
altar rumah merupakan industri kecil milik rakyat dan sumber sekian pendapatan.
6.2 Pengembangan Gross
National Happiness (GNH) oleh Pemerintah Bhutan
GNH berusaha untuk memaksimalkan
kebahagiaan dari semua penduduk Bhutan untuk memungkinkan mereka untuk mencapai
pemberdayaan penuh sebagai manusia dan melalui ‘jalur alternatif’ yang
melampaui pendapatan yang berbasis cara-cara konvensional dalam suatu
pembangunan. Pendekatan GNH berusaha untuk mengintegrasikan dasar aspirasi
kebahagiaan manusia dan sebagian besar berwujud aspek kebutuhan spiritual
(non-materi) dan budaya dalam pembangunan.
Merefleksikan pentingnya GNH pada publik
sebagai promosi yang memungkinkan kondisi masyarakat yang dapat menerima GNH
telah diabadikan sebagai prinsip penting dari kebijakan negara berdasarkan
Pasal 9 dari Konstitusi Bhutan. GNH sebagai ‘benda’ milik publik Bhutan telah
secara luas dilaksanakan melalui empat prioritas strategis daerah yang adil dan
berkelanjutan, concern terhadap konservasi
lingkungan, pelestarian dan promosi budaya dan good governance. Baru-baru ini, atas dasar rekomendasi berasal dari
bidang good governance dilakukan penambahan
satu program oleh Royal Pemerintah pada tahun 2005 yaitu bidang olahraga, sebagai
upaya yang dilakukan untuk menetapkan indikator yang relevan untuk GNH dalam membangun
sebuah Indeks Pembangunan Manusia dan menangkap esensinya.
6.3 Relevansi GNH dengan
“Freedom” of Development
Amartya Sen mengemukakan bahwa kebebasan
yang lebih luas mencakup proses dan peluang, dan diperlukannya suatu pengakuan
tentang heterogenitas dari komponen yang berbeda dalam sebuah kebebasan.
Kebebasan mencakup tentang pembangunan secara konstitufif dan instrumental
sehingga: kebebasan berperan meliputi kebebasan politik, fasilitas ekonomi,
kesempatan sosial, transparansi, dan keamanan, yang semuanya berbeda namun
saling terkoneksi. Mengukur kesejahteraan dengan menggunakan konsep utilitas
tidak menawarkan perkembangan yang lebih baik dalam mengukur tingkat konsumsi
sebagai bagian dari pencarian makna sebenarnya dari pembangunan. Apabila
utilitas disamakan dengan kesenangan maka sangat mungkin seseorang yang sangat
miskinuntuk memiliki utilitas yang sangat tinggi. Kadang-kadang seseorang yang
kekurangan gizi dapat saja sangat bahagia dan puas. Saat tidak ada yang dapat
dilakukan untuk mengubah kondisi keterbelakangan seseorang, sikap memiliki
kebahagiaan subjektif memiliki kelebihan tersendiri dari sisi spiritual, namun
tetap saja tidak akan dapat mengubah kondisi riil dan objektif sebenarnya.
Secara khusus sifat seperti diatas tidak akan mencegah seorang gelandangan
miskin yang bahagia untuk bebas dari penyakit dan memiliki tempat tinggal yang
tetap karena menurut Sen functioning bukanlah
perasaan tetapi adalah pencapaian. Pembangunansecara luas dapat didefinisikan
sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan dari masyarakat atau
sistem sosial secara keseluruhan dengan tiga komponen utama yaitu kecukupan
(kebutuhan dasar yang terpenuhi yang terdiri dari sandang, pangan, papan,
kesehatan dan keamanan), Harga diri sebagai manusia seutuhnya (lebih kepada
sebuah penghargaan) dan kebebasan dari sikap menghamba (kemampuan untuk
memilih, berdiri tegak dan tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek
materiil dalam hidup ini.
Hal yang dipahami Sen tentang freedom lebih kepada peningkatan
kualitas manusianya saja, walaupun ia telah memberikan penegasan bahwa freedom adalah pondasi dasar dari
pembangunan dan setiap orang ataupun negara yang merdeka lebih mudah mencapai
tujuan pembangunan tersebut. Demokrasi dan pemerintahan transparan juga menjadi
standar yang penting baginya. Namun ia memandang unsur perasaan dari freedom
itu dengan terlalu sangat sederhana. Ia menyamakan perasaan bahagia karena
kebebasan itu hanya dengan orang miskin yang mensyukuri hidupnya dengan
menerima keadaannya tanpa mau memikirkan kemajuan dan pencapaian untuk taraf
hidup yang lebih baik.
Raja Buthan menyatakan bahwa perasaan
bahagia itu tidak sesempit itu, ia berpikir sesuatu yang membuat orang
berbahagia adalah sesuatu yang menimbulkan kesejahteraan. Ia menganggap Human Development Index sebagai komponen
penting dalam pembangunan di negaranya. Pengukuran Gross Nasional Happiness
mengandung nilai-nilai pembangunan kualitas manusia dengan memberikan layanan pendidikan,
layanan kesehatan dan kesempatan pada rakyat untuk melakukan pemilu pada tahun
2008 setelah ia turun tahta. Pemerintah Bhutan memasukkan agenda Millenium Development Goals (MDGs)
sebagai dasar pembangunan di negaranya. Ia bersedia melonggarkan aturan
kerajaan yang berguna untuk mendukung kemajuan negaranya seperti masyarakatnya
mulai bisa memanfaatkan layanan teknologi seperti televisi untuk melihat perkembangan
dunia. Namun satu hal yang ia tekankan adalah jangan sampai kelonggaran yang
telah diberikan membuat masyarakatnya lupa untuk menjaga tradisi dan kekayaan
alam yang dimiliki sehingga pembangunan yang berkelanjutan tetap dapat
memberikan manfaat jangka panjang tanpa merusak hal-hal baik yang sudah ada. Sehingga
GNH benar-benar memberikan peningkatan kualitas hidup yang tetap bersinergi
pada nilai-nilai tradisional.
6.4
Pengaruh Gross National Happiness Terhadap Pembangunan di Bhutan terkait Program
MDGs
Bhutan bersama dengan 189 negara anggota
lainnya mengadopsi Deklarasi Milenium PBB pada tahun 2000, berkomitmen untuk
kemitraan global baru untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang ekstrim dan
menetapkan serangkaian target yang terikat tenggat waktu hingga tahun 2015 yang dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs).
Dalam Kesepuluh Draft Rencana Pembangunan Lima Tahun Bhutan mencerminkan
orientasi MDG yang concern dengan
pengurangan kemiskinan sebagai kunci utama. MDGs telah dianjurkan secara efektif
di Buthan untuk meningkatkan dukungan sosial terhadap program MDG secara
nasional. Garis besar konsensus global tentang inti dari program pengembangan pembangunan
MDGs yang disepakati ini tidak dimaksudkan untuk menjadi tolak ukur paten (one
fit for all) bagi pendekatan pembangunan di setiap negara. Dengan demikian,
MDGs meletakkan dasar normatif untuk kemitraan pembangunan global dan memainkan
peran penting dalam penataan pembangunan dalam isu-isu kunci yang memungkinkan
pada pendekatan yang lebih efisien dan berorientasi pada pembangunan manusia.
Hal yang mudah untuk mengkoneksikan MDGs dalam kerangka pembangunan nasional di
Bhutan dapat dikaitkan dengan harmoni dan kompatibilitas warganya yang diukur
dengan Kebahagiaan Nasional Bruto (GNH), sebuah paradigma pembangunan dan visi dari
negara tersebut.
Tabel diatas mencoba menjelaskan bahwa GNH yang
dijalankan oleh pemerintah Bhutan bersinergi dengan tujuan program MDGs. Dalam
setiap bagian program MDGs terkandung nilai-nilai yang dimiliki oleh GNH. Empat
pilar dalam GNH yang dimiliki Bhutan mencoba mendasari program MDGs. Pilar GNH
yang pertama adalah pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan yang mencakup
tujuan MDGs no.1 yaitu pengurangan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim.
Kemudian pilar konservasi lingkungan mengacu pada tujuan MDGs no.7 yaitu menjaga
kelestarian lingkungan. Program MDGs yang meliputi pendidikan dan kesehatan
berusaha mengajarkan pentingnya pelestarian budaya dan lingkungan yang sehat
bagi masyarakatnya. Dan good governance
menjadi dasar penting untuk mencapai tujuan MDGs yang disesuaikan dengan
nilai-nilai dalam GNH sehingga membantu peningkatan kualitas pembangunan di
Buthan.
Sedangkan bidang-bidang spesifik GNH
meliputi edukasi yang menyentuh tujuan MDGs no.2 dan 3 yaitu memberikan
pendidikan dasar dan mempromosikan kesetaraan gender. Domain kesehatan
berhubungan dengan tujuan MDGs nomor 4, 5 dan 6 yaitu mengurangi kematian bayi,
meningkatkan kesehatan ibu hamil dan melawan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan
penyakit lainnya. Bidang GNH yang berhubungan dengan standar pencapaian ekonomi
mengacu pada tujuan MDGs no.1 yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan akses
terhadap keamanan properti. Masalah pelestarian lingkungan menjadi hal yang
paling penting dan mendasar karena Buthan tidak memiliki akses ke laut dan
hanya bergantung pada mata air yang berasal dari gletser, maka sangatlah
penting untuk menjaga kelestarian hutan demi keberlangsungan akses terhadap air
bersih dan sanitasi yang sehat bagi masyarakatnya. Pemberian pendidikan formal
maupun informal bagi para generasi mudanya dikembangkan agar mereka bisa
menjadi mesin-mesin pembangunan yang kompeten yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.
6.4.1
Spesifikasi Tiga Program MDGs dalam Pembangunan Bhutan yang berlandaskan Pada
Pengukuran GNH
6.4.1.1
Pengentasan Kemiskinan
Bhutan telah mencapai angka yang luar
biasa untuk pengentasan kemiskinan dengan proporsi penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan nasional yang hingga sepertiga penduduknya antara tahun 2000
dan 2007. Penurunan tingkat kemiskinan telah dimungkinkan melalui pertumbuhan ekonomi
yang pesat dan investasi sosial berkelanjutan termasuk pendidikan dan kesehatan.
Dalam 2000, 36,3% dari populasi hidup di bawah garis kemiskinan yang mengalami
penurunan sebesar 23,2% pada tahun 2007. Pada tingkat ini Bhutan mungkin akan mencapai tujuan
pengurangan kemiskinan dan
benar-benar dapat menurunkannya sebelum 2015. Kesepuluh target yang menjadi rencana negara
untuk pengentasan kemiskinan adalah dengan mengurangi
proporsi penduduk
yang hidup di bawah
garis kemiskinan menjadi 15% atau kurang pada tahun 2013. Hal yang menggembirakan adalah target nasional ternyata melebihi target
awalnya yaitu mengurangi
proporsi penduduk yang
hidup di bawah
garis kemiskinan nasional sebesar
20%. Selain itu
hal ini ternyata dicapai dua tahun lebih
cepat dari 2015. Di
masa lalu,
skala kemiskinan
secara
signifikan lebih tinggi di pedesaan Bhutan dibandingkan
dengan wilayah perkotaan. Kemiskinan di perkotaan diperkirakan
sebesar 1,7% dibandingkan dengan kemiskinan di pedesaan yang mencapai 30,9%. Namun, sejak tahun 2000-an perkotaan dan pedesaan menunjukkan penurunan terhadap kemiskinan. Sejak
tahun 2003, kemiskinan di perkotaan dan pedesaan di
negara ini telah berkurang masing-masing 4,2% dan 38,3%.
Kemiskinan yang kontras ditunjukkan di beberapa
kabupaten
seperti Zhemgang,
Samtse, Monggar,
Lhuentse dan
Samdrupjongkhar
yang masih tinggi tinggi dengan kisaran 52,9% sampai 38%.
Kesenjangan rasio
kemiskinan tidak hanya
menghitung kemiskinan tapi juga mempertimbangkan
seberapa miskinkah mereka. Data untuk tahun untuk tahun
2004 dan 2007 yang mencerminkan
moderat
penurunan rasio
kesenjangan kemiskinan dari 8,6% menjadi 6,1% pada tingkat
nasional atau secara efektif berkurang
sebesar 29%. Tingkat kesenjangan rasio kemiskinan di
pedesaan juga menurun
dari 10,5%
menjadi 8,1% mencerminkan sedikit lebih rendah dibandingkan nasional rata-rata. Dengan
ukuran ini,
keparahan
kemiskinan
menurun di
Bhutan dari 3,1% menjadi 2,3% pada tingkat nasional dan dari 3,8% sampai 3%
di daerah pedesaan.
6.4.1. 2 Human Development Index (HDI) dan Gross National
Income
Bhutan memiliki catatan penting dalam menghilangkan kesenjangan
manusia yang diukur melalui kemajuan yang mengesankan guna memajukan
pembangunan manusia di negara tersebut. Harapan hidup telah naik sekitar 30
tahun sejak 1961. Kematian bayi telah turun dari lebih dari 206 per 1.000 hidup
kelahiran menjadi 40 pada tahun 2006. Kematian ibu secara signifikan berkurang dari
770 per 100.000 kelahiran pada tahun 1987 untuk 250 per 100.000 hidup kelahiran
pada tahun 2000. Banyak masalah kesehatan terkait dengan kemiskinan dan masalah
kebersihan telah diberantas dan besar penyakit yang sebelumnya merajalela
seperti tuberkulosis dan malaria sekarang di bawah kendali. Kemajuan dalam
pendidikan telah sama-sama mengalami peningkatan yang signifikan. Pada awal tahun enam puluhan, Bhutan memiliki
hanya beberapa sekolah dengan sekitar 500 siswa, kebanyakan dari mereka adalah
anak laki-laki. Saat ini ada 157.112 siswa di 523 sekolah (tidak termasuk
sekolah-sekolah monastik dan pusat nonformal pendidikan). Bhutan juga mendekati
target mencapai dasar pendidikan universal dengan paritas virtual gender di tingkat
pendidikan dasar dan menengah. Tingkat melek huruf orang dewasa juga meningkat
dari sekitar 10% pada 1970 menjadi 53% pada tahun 2005. Kemajuan di bidang
kesehatan dan pendidikan telah disertai dengan kemajuan pesat di area lain
dalam pembangunan manusia. Kebanyakan orang Bhutan sekarang memiliki akses ke
sumber air minum (84%) dan sanitasi yang baik (89%) yang di masa lalu berada di
antara terendah di dunia. Kenaikan tingkat pendapatan diukur dengan PDB per
kapita juga meningkat pesat dari sekitar US $ 51 pada tahun 1961 menjadi sekitar
US $ 1.419 Pembangunan manusia di Bhutan p diukur melalui Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang telah meningkat pesat dari awalnya hanya dengan tingkat
rendah menjadi pembangunan menengah level satu.
6.4.1.3 Pelestarian Lingkungan
Pelestarian lingkungan sangat diperhatikan
dan dihargai secara luas oleh masyarakat Bhutan karena sumber banyak warga
'mata pencaharian yang tergantung pada lingkungan alami mereka, terutama mereka
yang bekerja dalam bidang pertanian. Hal ini umumnya diyakini bahwa aktivitas yang
tidak bertanggung jawab di alam akan mengakibatkan hasil negatif dank arena itu
akan mempengaruhi GNH.
Kebanyakan
masyatakat Bhutan menerima kenyataan bahwa lingkungan harus dipertahankan untuk
orang lain dan generasi masa depan, membatasi degradasi lingkungan yang parah.
Manfaat pelestarian lingkungan yang diamati oleh kebijakan GNH meliputi:
•
karakterisasi negara sebagai pusat keanekaragaman hayati
• kebijakan
peningkatan pelestarian lingkungan
• mempertahankan
kawasan hutan seluas 72%, maupun kawasan hutan lindung sekitar 26 %
•
negara akan tetap melindungi 60% dari hutannya hutan.
6.5 Tantangan dan
Peluang Gross National Happiness di Bhutan
Masalah
pengukuran kesejahteraan dan kebahagiaan telah diperdebatkan secara luas di berbagai
negara yang dilihat pada sisi manfaat dan relevansinya. Ada yang berpendapat
bahwa konsep GNH adalah sangat kompleks dan multi-dimensi
dengan sangat subjektif dan aspek kualitatif yang tidak mudah untuk pengukuran.
Lainnya melihat bahwa GNH lebih baik ditinggalkan sebagai sebuah konsep pengembangan
menyeluruh yang harusnya dikurangi standar idealnya yang terlalu tinggi. Pada sisi lain, ada banyak yang merasa bahwa usaha
pembangunan di dalam negeri akan lebih baik
dilakukan
dengan memiliki ukuran yang nyata yang dapat digunakan
untuk menilai kemajuan nasional menuju tujuan yang ideal. Argumen terakhir ini juga mengakui bahwa sementara setiap
tindakan GNH seperti tidak pernah bisa menangkap
keragaman penuh, signifikansi dan kompleksitas dari GNH,
mengembangkan ukuran kuantitatif yang sesuai
akan membantu menyederhanakan suatu realitas yang sangat
kompleks dan mengoperasionalkan secara lebih efektif.
Pada tahun 2005 sebuah rekomendasi penting ditambahkan pada
pilar GNH yang belum ada sebelumnya yaitu good
governance.
Hal tersebut penting guna memberi standar dan pengaturan dalam mengembangkan ukuran pembangunan di
Bhutan yang mengutamakan
Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan
pengukuran dengan standar GNH. Selanjutnya,
Pusat Studi Bhutan dipercayakan dengan tugas untuk
mengembangkan dan mengusulkan hal-hal
yang sesuai digunakan untuk mengukur
pembangunan untuk menangkap esensi dari GNH dan memfasilitasi pelacakan atas
kemajuannya. Indeks GNH
juga
disebut Indeks Pembangunan
Bhutan (BDI), diharapkan memungkinkan penilaian yang sistematis dari dampak positif atau
negatif dari kebijakan pembangunan dan proyek dalam GNH. Ini akan memberikan Pemerintah Kerajaan alat
analisis untuk meninjau dan menyempurnakan kebijakan dan
desain proyek-proyek pembangunan tepat untuk menimbulkan
suatu pembangunan yang ramah dengan konteks GNH.
Selain itu,
sebagaimana ditetapkan dalam GNH dengan penambahan good governance 2005 yang akan membantu publik Bhutan untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan.
Sembilan domain yang mencakup indeks GNH berhubungan
dengan bidang kesejahteraan psikologis, keragaman dan ketahanan budaya,
pendidikan, kesehatan, penggunaan waktu, tata pemerintahan yang baik, vitalitas
masyarakat, ekologi keragaman dan ketahanan ekonomi dan peningkatan standar hidup. Pengukuran terhadap daerah-daerah di Bhutan melalui
sejumlah indikator / indeks
ditentukan berdasarkan survei pilot project dan Survey GNH Nasional yang diselenggarakan
pada tahun 2006 dan 2008. Indeks komposit GNH akan dikumpulkan
dari berbagai indeks dan indikator dari sembilan domain GNH
dengan weightages yang disediakan. Indeks-indeks dan
indikator ini – saat ini terdiri dari 48 indikator total - termasuk berbagai
faktor dengan
bantalan yang signifikan pada kebahagiaan individual dan kolektif. Ini termasuk
kesehatan indeks mental,
indeks
hubungan dalam keluarga, indikator keamanan keuangan, indicator
hari sehat per bulan,
indeks
berat tubuh, indikator tingkat
pendidikan, indikator kesehatan udara setempat dan indikator pencemaran air, indikator kepemilikan
rumah, indikator hak asasi manusia, indeks kinerja pemerintah, dll.
Sebagian besar program
yang dijalanka ini selain yang
berkaitan dengan beberapa aspek yang lebih berwujud indikator
manusia kesejahteraan, memiliki hubungan kuat dengan
MDGs, terutama untuk kemiskinan, sosial (seperti
pendidikan, kematian ibu dan anak dan kesetaraan gender) dan mencapai tujuan kelestarian lingkungan.
Mengingat sifat dari kebahagiaan manusia dan
kesejahteraan, evolusi dan strategi kebijakan GNH
dan indeks tentu harus mengikuti proses akhir yang
dinamis, inklusif dan terbuka yang membutuhkan
mempertimbangkan kepentingan relatif dari variabel yang
berbeda dan faktor-faktor kebahagiaan, kesejahteraan yang relevan atau mungkin tidak relevan bagi masyarakat Bhutan pada suatu
titik waktu tertentu. Intensitas konsultasi publik yang lebih luas di Bhutan yang
dilaksanakan secara berkala
dan survey rutin akan sangat
diperlukan untuk tujuan ini.
7. Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Gross
National Happiness (GNH) begitu memikirkan hal-hal yang riskan yaitu
bagaimana mensinergikan rencana pembangunan dengan perencanaan yang matang
serta pengevaluasian yang baik terhadap setiap program-programnya. Walaupun
Bhuthan tidak memiliki tingkat kemajuan (misalnya di bidang teknologi yang
tinggi) karena sebagian penduduknya masih bekerja sebagai petani subsistence, namun negara ini mampu
memahami bahwa pembangunan tidak semata-mata untuk pencapaian pertumbuhan
ekonomi saja. Perasaan bahagia dari pencapaian itu memiliki essensi yang lebih
krusial. Karena orang tidak akan bahagia bila ia mengetahui apa yang
dilakukannya tidak menimbukan manfaat bagi kebaikan dan dilakukan secara kontinyu.
GNH mulai dilirik oleh negara-negara di seluruh dunia dan mencoba mengadopsi
nilai-nilai pembangunan Bhutan. Negara-negara lain juga secara antusias membantu
Bhutan (dengan mengadakan konferensi tahunan untuk membahas GNH) untuk
memperbaiki setiap asas yang ada didalamnya dengan harapan GNH bisa dijadikan
alat ukur pembangunan yang lebih baik yang tidak hanya memberikan freedom pada
pencapaian ekonomi namun juga pada unsur perasaan.
Referensi
Sen,
Amartya. 1999. Development As Freedom.
Oxford University Press.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Ekonomi Pembangunan Edisi Kesembilan.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Gross
National Happiness – Bhutan’s Vision of Development and its Challenges http://www.bhutan2008.bt/ndlb/typescripts/10/GNH_Ch3_Priesner.pdf
\http://www.gnhc.gov.bt/
gross national happiness commission
Sen, Amartya. 1999. Development As
Freedom. Oxford University Press