Air,,,Warisan
Nenek Moyang, Konservasi Sekarang Agar Tak Konflik di Masa Datang
Peningkatan
temperatur bumi, perubahan kecepatan angin, laju penguapan dan curah hujan akan
semakin memberi dampak ekstrim bagi manusia: saat hujan lebat dan angin kencang
terjadi di beberapa daerah namun di daerah lainnya justru mengalami kekeringan
yang parah dan berkepanjangan. Lalu siapa yang paling merasakan mimpi buruk
ini?
Hujan
lebat dan lebih deras tidak berarti lebih banyak air yang meresap kedalam tanah.
Sebaliknya kondisi yang terjadi saat ini adalah tanah yang mudah terkikis dan
air yang mudah menguap karena semakin teriknya matahari (Friedman, 2008,
p.219). “Air ada dimana – mana namun tak
setetespun air untuk diminum!.”Ratapan Pelaut Kuno Koleridge yang terdampar
di laut yang tak dikenalnya menjadi gambaran manusia saat ini. Kurang dari 1
persen air di bumi adalah air murni yang dipakai untuk konsumsi, pertanian dan
industri. Di seluruh dunia pertanian memakai 65 persen dari semua air yang
mengalir dari sungai, danau dan mata air untuk berbagai aktivitas. Menghasilkan
daging sapi membutuhkan 2500 – 6000 galon air. Membuat 1 mobil membutuhkan
100.000 galon air.
Pemakaian air bertambah lebih cepat daripada pertambahan jumlah penduduk. Orang Amerika mengkonsumsi 70 kali lebih banyak air daripada rata – rata orang Ghana setiap tahun.(Thompson, 2003, p. 127) Dan mereka yang paling tak bersalah – orang-orang yang paling miskin di dunia, tak menggunakan banyak peralatan elektronik, tak menghabiskan banyak air dan ‘sumber energi’ serta hanya mengeluarkan sedikit CO2 paling menjadi korban dari keadaan yang semakin memburuk ini. Banyak penduduk miskin yang tinggal di pedesaan sudah mengalami kekurangan pasokan air akibat dari pengambilan air yang berlebihan, penggundulan hutan, ledakan penduduk dan pemeliharaan mutu air yang buruk. Hal yang lebih menyedihkan mereka sangat minim fasilitas untuk memperbaiki kualitas air yang layak pakai dan minum.
Pemakaian air bertambah lebih cepat daripada pertambahan jumlah penduduk. Orang Amerika mengkonsumsi 70 kali lebih banyak air daripada rata – rata orang Ghana setiap tahun.(Thompson, 2003, p. 127) Dan mereka yang paling tak bersalah – orang-orang yang paling miskin di dunia, tak menggunakan banyak peralatan elektronik, tak menghabiskan banyak air dan ‘sumber energi’ serta hanya mengeluarkan sedikit CO2 paling menjadi korban dari keadaan yang semakin memburuk ini. Banyak penduduk miskin yang tinggal di pedesaan sudah mengalami kekurangan pasokan air akibat dari pengambilan air yang berlebihan, penggundulan hutan, ledakan penduduk dan pemeliharaan mutu air yang buruk. Hal yang lebih menyedihkan mereka sangat minim fasilitas untuk memperbaiki kualitas air yang layak pakai dan minum.
Indonesia memiliki 6 persen
persediaan air dunia dan sekitar 21 persediaan air di Asia Pasifik, namun
kenyataannya Indonesia tetap mengalami krisis air bersih dari tahun ke tahun
(Harian Analisa: 2011) Kebutuhan sumber daya air bersih dari hari kehari
semakin besar namun pasokan yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.
Hal ini tentu menekan kemampuan alam untuk menyuplai air dan bencana kelangkaan
semakin mengancam. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan pola hidup masyarakat
perkotaaan menuntut penggunaan air dalam kuantitas yang lebih banyak. Sebagai
jalan keluar masyarakat memanfaatkan air permukaan tanah (groundwater) dengan menggunakan pompa dan jarang memikirkan dampak
penurunan tinggi muka air bawah tanah dan intrusi air laut.(Suara Pembaharuan:
2006)
Laporan yang disodorkan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana menyebutkan 77 persen kabupaten/kota di jawa mengalami krisis air[1]. (Gatra News: 2011). Di Bengkulu warga mengkonsumsi air setengah asin yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa kecamatan di Riau, Lampung, Sumatra Selatan, Kalimantan dan masih banyak daerah lainnya mengalami kekeringan. Yang diperlukan masyarakat adalah air murni, yang baik untuk kesehatan. Namun kenyataannya yang terjadi adalah akses air bersih sulit didapatkan, sungai – sungai banyak yang tercemar oleh sampah, zat pewarna berbahaya bahkan tinja manusia. Padahal sungai merupakan salah satu sumber daya yang sangat potensial dalam menjaga pasokan air bagi seluruh masyarakat.
Laporan yang disodorkan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana menyebutkan 77 persen kabupaten/kota di jawa mengalami krisis air[1]. (Gatra News: 2011). Di Bengkulu warga mengkonsumsi air setengah asin yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa kecamatan di Riau, Lampung, Sumatra Selatan, Kalimantan dan masih banyak daerah lainnya mengalami kekeringan. Yang diperlukan masyarakat adalah air murni, yang baik untuk kesehatan. Namun kenyataannya yang terjadi adalah akses air bersih sulit didapatkan, sungai – sungai banyak yang tercemar oleh sampah, zat pewarna berbahaya bahkan tinja manusia. Padahal sungai merupakan salah satu sumber daya yang sangat potensial dalam menjaga pasokan air bagi seluruh masyarakat.
Indonesia
begitu diberkahi, gemah ripah loh jinawi,
negeri kepulauan yang makmur dengan untaian hutan hujan tropis membentang
dari Sabang sampai Merauke. Tanahnya subur dengan 5.950 daerah aliran sungai
(DAS) dan 500 danau tersebar hampir diseluruh wilayahnya. Letaknya di garis khatulistiwa
member berkah pada kondisi cuacanya karena Indonesia hanya memiliki musim hujan
dan kemarau, sehingga tak ada yang orang yang sampai mati kedinginan seperti
orang – orang jalanan di negara dingin bersalju Asia, Eropa, Amerika.
Pernyataan orang – orang tentang ’resources can be a bless or a curse’ menjadi
benar adanya. Biasanya istilah ini digunakan
pada kepemilikan negara terhadap sumber daya alam yang tak terbarukan, misalnya:
pengelolaan tambang minyak bumi di kawasan Afrika yang tidak adil sehingga menimbulkan
konflik, bahkan perang yang tak berkesudahan. Melihat parahnya kondisi krisis
air pada saat ini, penulis membayangkan apa ‘the curse of resources’ yang terjadi pada minyak akan terjadi juga
terhadap air. Barangkali beberapa puluh tahun kedepan orang tak lagi berkonflik
untuk tambang minyak namun orang – orang bisa saja berperang memperebutkan sumber
daya air: ‘problem of the thirsty world’. Kelangkaan air murni mengancam tiga aspek fundamental manusia dan keamanan
ekologis yaitu produksi makanan, kesehatan lingkungan air, orang – orang yang
mengkonsumsi air, serta stabilitas sosial politik.(Thompson, 2003) Kekurangan pasokan/buruknya kualitas air membuat tanaman tidak tumbuh
dengan baik, banyak jenis tanaman yang menjadi sumber makanan/ pangan manusia, sehingga menurunnya kualitas pangan dan air akan mempengaruhi kesehatan manusia. Sekarang mari kita lihat fakta di lapangan,
ternyata 60 persen sungai di Indonesia tercemar[2]
limbah padat maupun cair. Limbah yang dihasilkan rumah tangga dan industri hampir
sama jumlahnya. Kecenderungan rusaknya daerah tangkapan air dan lingkungan
diperkirakan sebesar 15 – 35 persen perkapita pertahun sehingga kualitas ambang
batas kebersihan air mencapai ambang yang sangat memprihatinkan.(GCUI: 2012) Asian
Development Bank pada tahun 2008 menyebutkan pencemaran air di Indonesia
menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun, biaya ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan
air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya
angka kematian bayi.(Alamendah Blog: 2010)
Kesempatan
kita saat ini meneguk air bersih tak lepas dari usaha generasi sebelumnya menjaga
stabilitas lingkungan hidup yang berpengaruh pada persediaan pasokan air. Selama ribuan tahun manusia telah beradaptasi dengan alam
sekitarnya mencoba segala hal untuk bertahan dan bersahabat dengan alam demi
kelangsungan hidupnya dan hal tersebut telah membentuk sebuah tindakan yang
dinamakan lokal wisdom (kearifan
lokal). Menjaga daerah aliran sungai (DAS) dan sumber – sumber mata air menjadi
kewajiban utama mereka yang kadangkala dibungkus dengan mitos tertentu (misalnya
pada hari – hari tertentu dilarang memotong kayu, atau dilarang mengotori
kesucian suatu sungai) dan jika hal itu dilanggar maka mereka percaya akan terkena bencana bagi
para perusaknya. Terkadang cerita tersebut menjadi aneh bagi manusia modern,
yang terbiasa berpikir secara rasional. Namun kearifan lokal berhasil membuktikan tindakan tersebut efektif dalam menjaga kelestarian alam dan ketersediaan pasokan air yang memadai.
Gaya hidup masyarakat perkotaan dengan segala kebutuhan, jenis pekerjaan dan hiburan modern membuat mereka makin jauh dari alam. Semakin mereka jauh dari alam menipiskan kesadaran mereka untuk menghargai alam. Tata kota semakin jarang diisi dengan jalur hijau. Hal yang lebih mendominasi adalah bangunan tinggi maupun mall - mall besar. Sementara segala kegiatan perkotaan membutuhkan air yang sangat banyak. Lalu mulailah air tanah digunakan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan turunkan muka tanah akibat tindakan tersebut. Gaya hidup yang kata Thomas L. Friedman disebut sebagai ‘ala Amerika’ tidak diimbangi dengan penguatan pengetahuan tentang pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya air. Yang terjadi sekarang adalah manusia yang lebih mementingkan keuntungan ekonomi dibandingkan kelestarian alam. Sampah – sampah dibuang ke sungai, limbah – limbah rumah tangga dan industri yang tanpa pengolahan yang benar dialirkan begitu saja ke sungai, pohon – pohon ditebang untuk memenuhi kebutuhan industri, hutan dan kawasan hijau dibuka serta dialih fungsikan untuk perkebunan dan perumahan. Lalu pernahkah kita berpikir kemana limbah padat dan cair yang kita buang akan mengalir? Apakah sungai dapat menetralisir semua limbah tersebut dengan sendirinya? Apakah air masih tetap tersimpan dengan baik dalam tanah dan akan tetap mengalir sebagai mata air saat pohon – pohon hijau ditebangi? Tentu tidak, semua orang tahu itu, namun tahu belum tentu tandanya mau ikut peduli. Dan yang kita butuhkan saat ini adalah kepedulian.
Gaya hidup masyarakat perkotaan dengan segala kebutuhan, jenis pekerjaan dan hiburan modern membuat mereka makin jauh dari alam. Semakin mereka jauh dari alam menipiskan kesadaran mereka untuk menghargai alam. Tata kota semakin jarang diisi dengan jalur hijau. Hal yang lebih mendominasi adalah bangunan tinggi maupun mall - mall besar. Sementara segala kegiatan perkotaan membutuhkan air yang sangat banyak. Lalu mulailah air tanah digunakan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan turunkan muka tanah akibat tindakan tersebut. Gaya hidup yang kata Thomas L. Friedman disebut sebagai ‘ala Amerika’ tidak diimbangi dengan penguatan pengetahuan tentang pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya air. Yang terjadi sekarang adalah manusia yang lebih mementingkan keuntungan ekonomi dibandingkan kelestarian alam. Sampah – sampah dibuang ke sungai, limbah – limbah rumah tangga dan industri yang tanpa pengolahan yang benar dialirkan begitu saja ke sungai, pohon – pohon ditebang untuk memenuhi kebutuhan industri, hutan dan kawasan hijau dibuka serta dialih fungsikan untuk perkebunan dan perumahan. Lalu pernahkah kita berpikir kemana limbah padat dan cair yang kita buang akan mengalir? Apakah sungai dapat menetralisir semua limbah tersebut dengan sendirinya? Apakah air masih tetap tersimpan dengan baik dalam tanah dan akan tetap mengalir sebagai mata air saat pohon – pohon hijau ditebangi? Tentu tidak, semua orang tahu itu, namun tahu belum tentu tandanya mau ikut peduli. Dan yang kita butuhkan saat ini adalah kepedulian.
Salah siapa generasi sekarang kurang
peduli? Oke, saat pertanyaan tersebut kita simpan dulu untuk saat ini, karena jawabannya
tak akan menjadi solusi permasalahan krisis dan polusi air. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Ya,
tampaknya pertanyaan inilah cocok untuk dibahas dalam upaya pengkonservasian air. Hal pertama tampaknya istilah stick or carrot cocok diterapkan
masyarakat yang mulai bebal akan pentingnya menjaga kualitas dan kuantitas air layak
minum. Peraturan pemerintah bukan hanya sebuah himbauan namun juga menjadi ‘cambuk’ untuk mengubah mindset masyarakat terhadap pentingnya
menghemat penggunaan air, dan tidak membuang limbah sembarangan ke sungai,
danau dan sumber mata air lainnya, serta mengurangi penebangan liar ataupun
alih fungsi kawasan hijau menjadi daerah perumahan dan mall – mall besar.
Jepang dulu sempat menghadapi krisis dan penurunan air tanah yang drastis pada masa awal perkembangan industri dan perkotaannya. Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintahan Jepang secara ketat mengawasi penggunaan air tanah dan ternyata upaya ini berhasil membuat kondisi muka air tanah di kota – kota besar di Jepang mendekati kondisi normal. Lalu mengapa Indonesia tidak bisa? Kita bisa, bahkan bisa lebih baik, kita punya segala hal yang mendukung pengkonservasian air. Rencana pengelolaan air tanah pada pasal 20 Peraturan pemerintah No.43 tahun 2008 menyebutkan tentang inventarisasi air tanah, penetapan zona konservasi. Sedangkan peraturan tentang tindakan pencemaran air yang diatur dalam peraturan pemerintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan tersebut harus disertai dengan hukuman yang tegas dan jelas bagi siapapun yang melakukan pencemaran dengan sengaja ke sungai, danau dan sumber – sumber air lainnya. Apa ini kedengarannya agak kejam? Mungkin iya, tapi manusia sekarang jauh lebih kejam dan tidak peduli pada kelangsungan sumber daya air yang layak konsumsi. Pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggar membuat orang – orang mau mengikuti jejak pendahulunya untuk merusak alam akan berpikir dua kali untuk melakukannya.
Jepang dulu sempat menghadapi krisis dan penurunan air tanah yang drastis pada masa awal perkembangan industri dan perkotaannya. Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintahan Jepang secara ketat mengawasi penggunaan air tanah dan ternyata upaya ini berhasil membuat kondisi muka air tanah di kota – kota besar di Jepang mendekati kondisi normal. Lalu mengapa Indonesia tidak bisa? Kita bisa, bahkan bisa lebih baik, kita punya segala hal yang mendukung pengkonservasian air. Rencana pengelolaan air tanah pada pasal 20 Peraturan pemerintah No.43 tahun 2008 menyebutkan tentang inventarisasi air tanah, penetapan zona konservasi. Sedangkan peraturan tentang tindakan pencemaran air yang diatur dalam peraturan pemerintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan tersebut harus disertai dengan hukuman yang tegas dan jelas bagi siapapun yang melakukan pencemaran dengan sengaja ke sungai, danau dan sumber – sumber air lainnya. Apa ini kedengarannya agak kejam? Mungkin iya, tapi manusia sekarang jauh lebih kejam dan tidak peduli pada kelangsungan sumber daya air yang layak konsumsi. Pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggar membuat orang – orang mau mengikuti jejak pendahulunya untuk merusak alam akan berpikir dua kali untuk melakukannya.
Segala kegiatan yang dilakukan masyarakat
berkontribusi terhadap usaha pengkonservasian sumber daya air[3].
Pemilihan kegiatan konservasi air
sebagai prioritas penangan disebabkan karena semakin seringnya terjadi bencana
banjir dan kekeringan sebagai dampak perubahan iklim dan rusaknya DAS (Daerah
Aliran Sungai). Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) menyebabkan kemampuan
lahan menyimpan air menjadi berkurang sehingga air hujan yang jatuh tidak dapat
ditahan oleh tanah dan langsung dialirkan kembali ke laut. Konservasi air juga dapat dilakukan dengan memanen hujan dengan cara menampungnya dalam suatu
wadah baik berupa waduk, situ maupun tempat penampungan lainnya sebagai
cadangan air di musim kemarau. Indonesia negara agraris dan predikat itu masih
melekat sampai sekarang. Masyarakat Indonesia pun masih banyak yang bergelut
pada kegiatan pertanian walaupun telah banyak dipengaruhi oleh bahan, proses bertani
dan alat pertanian modern. Tidak ada salahnya kita mulai berkaca kembali pada
pertanian masa lalu yang menggunakan pupuk ramah lingkungan, melakukan pengairan
berselang, mengosongkan tanah setelah masa tanam untuk beberapa saat serta
menghemat air dengan mengurangi tinggi genangan air sawah.[4]
Tindakan water recycle juga
seharusnya telah dilakukan baik itu pengelola bisnis/usaha, maupun masyarakat
di rumah masing – masing. Kepedulian masyarakat untuk melakukan water recycle atau menekan pembuangan
sampah, limbah dan bahan berbahaya lainnya ke aliran sumber air penting untuk
mengurangi efek buruknya terhadap ekosistem air.
Lalu
untuk kesadaran pribadi, banyak hal – hal sederhana yang dapat kita lakukan saat dirumah,di tempat kerja maupun tempat umum sebagai langkah penghematan air:
- Menggunakan air secukupnya untuk mencuci pakaian, piring ataupun membersihkan kotoran lainnya.
- Selalu mematikan keran saat selesai menggunakannya
- Memperbaiki sesegera mungkin jika terjadi kebocoran pipa air di rumah
- Mengatur waktu menyiram tanaman, atau dapat memilih tanaman rumah yang bertahan agak lama saat tidak disiram
- Menggunakan air secukupnya saat mandi
- Mencuci kendaraan di tempat pencucian yang dapat mendaur ulang airnya kembali
- Menggunakan air secukupnya saat di toilet dan masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan untuk berhemat.
.Kita
generasi yang beruntung, karena masih bisa mendapat sumber air dan energi yang cukup. Ditambah lagi kemajuan teknologi transportasi dan informasi yang
membuat segala hal menjadi lebih mudah. Namun perlu kita ingat apa yang kita dapatkan hari ini merupakan kesadaran generasi sebelumnya menyisakan apa yang mereka punya. Maka
kewajiban kita juga melakukan hal yang sama pada generasi berikutnya. Jika
kita bisa mencapai ribuan planet, pindah ke setiap planet yang kita mau, segala
penanggulangan terhadap krisis air tidak perlu dipusing lagi. Lembaga – lembaga peduli lingkungan tidak perlu susah payah
meneriakkan pada masyarakat tentang konservasi lingkungan air. Namun tampaknya kita tidak mempunyai pilihan , kita tidak bisa pindah ke
planet lain. (Stiglitz: 2006, p. 245). Kita akan tetap disini, di Bumi dan
mengapa segala kepedulian kita terhadap konservasi air dan lingkungan yang kita
lakukan menjadi begitu berharga. Harga yang begitu mahal untuk sebuah tanda ‘cinta’, dari generasi ke generasi
berikutnya.
Referensi:
Friedman L. Thomas. 2008. Hot, Flat and Crowded. Mengapa Kita Butuh
Revolusi Hijau dan Bagaimana Memperbaiki Masa Depan Global. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Stiglitz. Joseph E. 2006. Making Globalization Work: Menyiasati
Globalisasi Menuju Dunia Yang Lebih Adil. Bandung PT Mizan Pustaka.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20
Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah
2006. Indonesia Akan Krisis Air. Suara
Pembaharuan
Abidin, Fadil. 2011. Krisis Air Melanda Indonesia. http://www.analisadaily.com/news/read/2011/09/23/14072/krisis_air_mengancam_indonesia/#.Tv7MfVZdjIU
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/kl060218.pdf
http://www.greencommunityui.org/wp/category/uncategorized/
Pemerintahan Kabupaten Grobogan. Konservasi Air Dalam Menanggulangi
Kelangkaan Air. (http://grobogan.go.id/info-daerah/artikel/332-konservasi-air-dalam-menanggulangi-kelangkaan-air.html
[1] Krisis
air dapat terjadi karena banyaknya polusi
(karena pembuangan limbah rumah tangga, limbah industri, pengaliran zat kimia
dari pertanian dan pertambangan serta erosi tanah) dan meningkatnya pemakaian
air (karena irigasi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk) menyebabkan
kelangkaan air murni di beberapa wilayah. Sumber – sumber air di wilayah –
wilayah seperti Amerika, Jazirah Arab, Afrika Utara dan Asia Tenggara makin mengering
karena pemakaian air tanah yang terlalu banyak melebihi curah hujan tang dapat
mengisi kembali sumber – sumber air tersebut. (Thomson. Keadilan dan
Perdamaian. diambil pada 31 desember 2012)
[2] Disebabkan oleh tindakan
pencemaran yang merupakan segala tindakan untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya menghasilkan sampah atau limbah yang dibuang ke lingkungan. Hal ini
terjadi karena kegiatan manusia mengubah sat energi dari satu bentuk ke bentuk
lainnya dan dalam setiap proses tersebut tidak semuanya mampu diubah, melainkan
selalu ada sisa yang disebut entropy yang
kemudian menjadi sampah atau lingkungan yang masuk atau dimasukkan ke
lingkungan (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197106041999031-IWAN_SETIAWAN/Pencemaran_dan_Kerusakan_Lingkungan.pdf
diambil pada 1 Januari 2012)
[3] Konservasi Air sering disebut
sebagai pengawetan air dengan usaha menjaga, meningkatkan produktivitas,
kuantitas dan kualitas air
[4]
Pemerintahan Kabupaten Grobogan. Konservasi Air Dalam Menanggulangi Kelangkaan
Air. (http://grobogan.go.id/info-daerah/artikel/332-konservasi-air-dalam-menanggulangi-kelangkaan-air.html
diambil pada 1 Januari 2012)
air begitu berharga, tanpa air semua jadi bingung, beberapa hari yang lalu, kayaknya sampai sekarang masih ada beberapa daerah di Bali dimana PAM-nya mati, jd ga bisa mandi deh, terpaksa sampai ada yg beli bergalon galon air. Semoga orang2 sadar akan pentingnya air dan menggunakan air seefisien mungkin, jangan boros air...(Luh Windiari)
BalasHapus